JAKARTA - National Aeronautics and Space Administration (NASA) berencana membangun teleskop radio rakasa di "sisi gelap" bulan. Jika rencana ini disetujui, teleskop tersebut paling cepat dibangun pada 2030, dengan menelan biaya lebih dari USD2 miliar atau sekitar Rp32,5 triliun (kurs Rp16,545 per USD).
Para astronom ingin membangun piringan pertama dari jenisnya, yang dikenal sebagai Lunar Crater Radio Telescope (LCRT), untuk membantu mengungkap beberapa misteri terbesar di alam semesta. Namun, mereka mereka khawatir tentang meningkatnya tingkat radiasi tak kasat mata yang bocor dari "megakonstelasi" satelit pribadi. Ini dapat mengganggu astronomi radio berbasis Bumi.
Teleskop yang diusulkan akan dibangun sepenuhnya oleh robot. Teleskop itu terdiri atas jaring kawat raksasa yang digantung melalui kabel di dalam kawah di sisi terjauh bulan.
Ini mirip teleskop pemburu alien Arecibo yang runtuh di Puerto Rico atau Teleskop Bulat Bukaan Lima Ratus Meter (FAST) raksasa milik China. Keduanya dibangun di dalam cekungan alami di Bumi. Ini akan melindungi parabola dari sinyal satelit, serta mencegah gangguan dari radiasi matahari dan atmosfer Bumi.
Proyek LCRT saat ini diselidiki tim di Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA di Institut Teknologi California. Proyek ini pertama kali diusulkan pada 2020 dan dianugerahi pendanaan "fase I" sebesar USD125 ribu dari Institut Konsep Lanjutan (NIAC) NASA. Pada 2021, proyek ini mencapai "fase II" dan dianugerahi pendanaan tambahan sebesar USD500 ribu dari NIAC.
Seorang ilmuwan peneliti di JPL yang merupakan bagian dari proyek LCRT, Gaurangi Gupta,
mengatakan tim tersebut mempersiapkan diri untuk mengajukan pendanaan "tahap III", yang dapat diberikan paling cepat tahun depan.
"Saat ini, mereka membangun prototipe berskala 200:1 yang akan diuji di Observatorium Radio Owens Valley di California akhir tahun ini," kata Gupta kepada Live Science, dilansir Sabtu (31/5/2025).
Jika pendanaan disetujui, proyek tersebut melewati tahap akhir ini. Maka proyek tersebut akan menjadi misi yang lengkap. Gupta menyebut, teleskop tersebut berpotensi dibangun pada suatu saat di tahun 2030-an.
Rencana terkini untuk teleskop tersebut mencakup reflektor berjala selebar 1.150 kaki (350 meter). Ini lebih besar dari piringan Arecibo yang runtuh, tetapi lebih kecil dari FAST.
Reflektor ini sekitar tiga kali lebih kecil dari reflektor sepanjang 3.300 kaki (1.000 m) yang awalnya diusulkan pada 2020, yang akan menjadi teleskop tunggal terbesar yang pernah dibangun. Para peneliti telah memilih kawah selebar 0,8 mil (1,3 km) di Belahan Bumi Utara bulan. Namun, mereka merahasiakan lokasi persisnya.
Ini bukan pertama kalinya para ilmuwan mengusulkan untuk menempatkan teleskop radio di bulan. Gupta menyebut, idenya sudah ada sejak setidaknya tahun 1984. Namun, karena tantangan teknis dalam membangun struktur seperti itu, hal itu belum pernah dipertimbangkan secara serius hingga sekarang.
"Namun dengan teknologi canggih, LCRT berpotensi dapat memecahkan semua masalah ini dan menjadikan konsep ini kenyataan," kata Gupta.
Namun, "perkiraan kasar" terbaru menunjukkan pembangunan LCRT dapat menelan biaya sekitar USD2,6 miliar, kata Gupta. Ini mungkin terbukti menjadi batu sandungan terakhir, terutama karena anggaran NASA sedang dipotong drastis oleh pemerintahan Trump.
(Erha Aprili Ramadhoni)