JAKARTA – Kunjungan resmi Presiden Prabowo Subianto ke New Delhi sebagai tamu utama di parade Hari Republik India 2025 bisa menjadi pintu terbukanya kerja sama yang lebih besar antara kedua negara, termasuk di bidang antariksa. Potensi kerja sama ini terbuka mengingat Indonesia saat ini tengah meningkatkan kemampuan dan infrastruktur teknologi antariksanya dan India telah menjadi negara yang telah memperlihatkan kesuksesan dalam berbagai misi antariksanya.
Indonesia memiliki tujuan ambisius dalam “peta antariksa 2045” untuk terlibat dalam misi luar angkasa pada tahun yang digembar-gembor sebagai “Indonesia Emas” tersebut. Demi tujuan ini, kemitraan dengan negara-negara yang telah memiliki kemampuan antariksa tersebut menjadi penting, salah satunya adalah India dan Organisasi Penelitian Antariksa India (ISRO)-nya.
India telah meluncurkan inisiatif antariksa yang hemat biaya dan sukses, sehingga dapat dilihat sebagai mitra ideal bagi Indonesia dalam mendorong peta antariksa 2045. Kolaborasi kedua negara tidak hanya memperkuat hubungan bilateral tetapi juga memajukan agenda Global Selatan yang lebih luas tentang pembangunan berkelanjutan.
Dilansir Hindustan Times, hubungan historis antara ISRO dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Indonesia, yang kini terintegrasi ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sejak 2021, telah terjalin sejak akhir 1990-an. Tonggak penting dalam kerja sama ini adalah Nota Kesepahaman (MoU) tahun 1997 untuk membangun Stasiun Telemetri, Pelacakan, dan Komando (TTC) di Biak.
Hubungan ini semakin erat pada 2002 dengan MoU lain yang ditandatangani selama kunjungan Presiden Megawati Sukarnoputri ke India, yang memperluas kerja sama ke berbagai bidang ilmu dan teknologi antariksa.
Kemitraan ini semakin menguat dengan perjanjian kerangka kerja yang ditandatangani selama kunjungan Perdana Menteri Narendra Modi ke Indonesia pada Mei 2018. Perjanjian tersebut memperluas cakupan kerja sama untuk mencakup eksplorasi antariksa secara damai, penginderaan jarak jauh, dan pengembangan infrastruktur satelit.
Inisiatif utama dalam kerangka kerja ini meliputi pengoperasian dan pemeliharaan Stasiun TTC Biak, menjadi tuan rumah bagi stasiun darat dan IRIMS India, serta dukungan untuk peluncuran satelit buatan LAPAN. Kolaborasi semacam itu menggarisbawahi peran India dalam membantu Indonesia mencapai ambisi antariksanya pada 2045.
Peta antariksa Indonesia 2045 memproyeksikan peluncuran 19 satelit ke orbit rendah bumi pada 2025. Rencana ambisius ini bertujuan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam industri antariksa global sekaligus mengurangi ketergantungan pada data satelit asing.
Saat ini, meskipun ada kemajuan penting dalam pengembangan satelit, Indonesia kesulitan dengan kemampuan peluncuran karena infrastruktur yang tidak memadai dan kendala anggaran. Masalah perencanaan keuangan dan terbatasnya investasi asing semakin mempersulit realisasi tujuan antariksa Indonesia.
Mengembangkan pelabuhan antariksa canggih untuk mengurangi ketergantungan pada lokasi peluncuran asing merupakan aspek penting lain dari strategi Indonesia. Namun, upaya ini menghadapi kendala dalam menarik investasi asing karena tingginya biaya dan tuntutan teknologi.
Misalnya, selama Pertemuan Pemimpin Ekonomi Antariksa G20 2023 dan Forum Badan Antariksa Regional Asia-Pasifik, proposal Indonesia kepada mitra seperti China, Rusia, Jepang, Korea Selatan, dan India tidak mendapat dukungan. China, yang sebelumnya merupakan mitra penting, mengurangi keterlibatannya setelah peluncuran roket yang gagal pada April 2020 yang menghancurkan satelit Nusantara-2 senilai USD220 juta milik Indonesia.
Sejak saat itu, india berupaya menarik SpaceX milik Elon Musk dengan insentif seperti slot waktu yang diperpanjang dan roket yang dapat digunakan kembali yang hemat biaya. Skenario ini memberi India peluang strategis untuk memperkuat diplomasi antariksanya dan mendukung ambisi antariksa india. Keberhasilan India di masa lalu, seperti meluncurkan satelit A1/Tubsat LAPAN pada 2007, satelit A2/Orari, dan satelit A3 untuk misi observasi Bumi pada 2016, menunjukkan kemampuannya untuk membantu Indonesia.
Rahul Mishra peneliti senior dari Thammasat University, Thailand dan Harshit Prajapati dari Jawaharlal Nehru University, New Delhi dalam artikelnya di Hindustan Times menyebutkan bahwa di tengah persaingan dengan China di bidang eksplorasi ruang angkasa, India mampu dan mau untuk menggantikan Beijing dalam mendukung pengembangan teknologi dan infrastruktur Indonesia di bidang ruang angkasa.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa isu ruang angkasa merupakan hal yang sangat penting bagi kepemimpinan Indonesia dan mungkin menjadi salah satu bagian dari kebijakan luar negeri Indonesia pada pemerintahan Presiden Prabowo.
Hal ini meningkatkan kemungkinan kemitraan yang berkelanjutan dan lebih dalam antara India dan india. Di luar peluncuran satelit dan infrastruktur, kolaborasi dapat diperluas ke pertukaran pengetahuan, pengembangan kapasitas, dan inovasi bersama, yang mendorong pertumbuhan bersama.
Kerja sama antariksa ini juga dinilai dapat menguntungkan kedua belah pihak serta mendorong tujuan utama kedua negara. Bagi Indonesia, tentu ini akan mendorong kemajuan teknologi, terutama terkait ruang angkasa dan potensi pertumbuhan ekonomi, sedangkan bagi India kerkja sama ini menawarkan peluang untuk memperkuat hubungan bilateral dan memperluas pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik. Selain itu, dengan kerja sama ini kedua negara dapat mencapai tujuan bersama dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan di Global South.
(Rahman Asmardika)