JAKARTA - Di era teknologi yang berkembang pesat, perebutan hak kekayaan intelektual (HKI) telah menjadi faktor utama dalam dinamika perdagangan global. Pencurian rahasia dagang tidak hanya menyebabkan kerugian finansial bagi entitas bisnis, tetapi juga mengakibatkan ketegangan hubungan diplomatik antarnegara, seperti yang terjadi pada kasus baru-baru ini.
Kasus tersebut menjadi sorotan di pengadilan federal Chicago dimana sejumlah perusahaan China telah dituduh mencuri rahasia dagang dari perusahaan Amerika Serikat (AS). Fokus khususnya ditujukan pada raksasa telekomunikasi China, Hytera.
Hytera mengaku bersalah atas tuduhan mencuri teknologi radio dari Motorola Solutions, yang menimbulkan kekhawatiran atas luasnya spionase industri dan implikasinya bagi perusahaan dan perdagangan internasional, demikian dilaporkan The Hong Kong Post, Kamis, (23/1/2025).
Motorola Solutions, perusahaan telekomunikasi dan elektronik terkemuka AS, telah lama menjadi yang terdepan dalam pengembangan teknologi komunikasi radio. Teknologi ini digunakan di berbagai sektor, termasuk keselamatan publik, operasi pemerintah, dan industri komersial.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan tersebut menghadapi tantangan yang semakin besar dari rekan-rekannya di China, khususnya Hytera Communications, yang berupaya memperluas kehadirannya di pasar komunikasi global.
Hytera, yang didirikan pada 1993, telah berkembang menjadi salah satu produsen radio dua arah dan peralatan komunikasi nirkabel terbesar. Namun, keberhasilan Hytera telah dirusak oleh tuduhan spionase industri, dengan berbagai tuduhan bahwa perusahaan tersebut mencuri teknologi milik pesaing.
Kasus yang paling menonjol melibatkan Motorola Solutions, yang menuduh Hytera mencuri rahasia dagangnya terkait teknologi radio seluler digital (DMR).
Pertarungan hukum antara kedua perusahaan tersebut dimulai pada 2017 ketika Motorola mengajukan gugatan hukum yang menuduh Hytera telah mempekerjakan mantan karyawan Motorola yang memiliki akses ke informasi teknis rahasia.
Motorola mengklaim bahwa karyawan tersebut mencuri rahasia dagang dan menggunakannya untuk membantu Hytera mengembangkan serta memasarkan produk pesaing.
Gugatan hukum tersebut merupakan bagian dari tren yang lebih luas di mana perusahaan-perusahaan AS menuduh perusahaan-perusahaan China mengeksploitasi kelemahan dalam perlindungan kekayaan intelektual untuk mendapatkan keuntungan kompetitif yang tidak adil.
Pada Januari 2025, Hytera Communications mengaku bersalah di pengadilan federal Chicago atas tuduhan berkonspirasi untuk mencuri teknologi radio Motorola Solutions.
Hal ini menandai perkembangan signifikan dalam sengketa hukum yang sedang berlangsung antara kedua perusahaan dan menggarisbawahi meningkatnya kekhawatiran atas pencurian kekayaan intelektual, khususnya dalam konteks hubungan AS-China.
Sebagai bagian dari perjanjian banding, Hytera mengakui bahwa mereka telah terlibat dalam upaya sistematis untuk mencuri teknologi milik Motorola dengan merekrut mantan karyawan Motorola yang memiliki akses ke informasi rahasia. Karyawan-karyawan ini, pada gilirannya, memberikan Hytera data teknis yang sensitif, yang kemudian digunakan perusahaan untuk merekayasa ulang produk-produk Motorola.
Teknologi yang dicuri tersebut digunakan untuk mengembangkan dan memasarkan radio yang secara langsung bersaing dengan produk-produk Motorola, yang memungkinkan Hytera untuk mendapatkan pijakan signifikan di pasar global.
Pengakuan bersalah ini muncul setelah pertarungan hukum panjang yang melibatkan persidangan juri pada 2022, di mana tim hukum Motorola mengajukan bukti yang menunjukkan bahwa Hytera telah mencuri ribuan dokumen dan berkas terkait teknologi milik Motorola.
Kasus tersebut juga mengungkap bahwa Hytera secara aktif berupaya menutupi tindakannya, termasuk menghapus berkas digital dan memalsukan dokumen untuk menyembunyikan tingkat pencurian.
Sebagai hasil dari pengakuan bersalah tersebut, Hytera telah setuju untuk membayar ganti rugi yang substansial kepada Motorola, termasuk kompensasi finansial dan komitmen untuk berhenti menggunakan teknologi yang dicuri.
Namun, implikasi yang lebih luas dari kasus tersebut jauh melampaui penyelesaian finansial.
Ini merupakan contoh yang jelas tentang bagaimana perusahaan-perusahaan China dituduh terlibat dalam spionase industri untuk menyamakan kedudukan dengan perusahaan-perusahaan Barat, sering kali dengan dukungan insentif yang didukung negara dan kurangnya penegakan hukum hak kekayaan intelektual yang kuat.
Pengakuan bersalah Hytera bukanlah insiden terisolasi, tetapi bagian dari pola pencurian hak kekayaan intelektual yang jauh lebih besar oleh perusahaan-perusahaan China.
Selama bertahun-tahun, perusahaan-perusahaan AS telah mengajukan banyak tuntutan hukum terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok, menuduh mereka mencuri rahasia dagang dan menggunakannya untuk mengembangkan produk-produk pesaing.
Kasus-kasus ini sering kali dikaitkan dengan kekhawatiran tentang persaingan yang tidak adil, keamanan nasional, dan perlindungan hak kekayaan intelektual di dunia yang semakin mengglobal.
Pemerintah China telah lama dituduh menutup mata terhadap pencurian kekayaan intelektual, dan beberapa analis berpendapat bahwa pemerintah China bahkan secara tidak langsung mendukung praktik tersebut untuk meningkatkan daya saing perusahaan China di panggung global.
Hal ini telah menyebabkan meningkatnya ketegangan antara AS dan China, dengan kedua belah pihak terlibat dalam perang dagang berisiko tinggi atas tarif, teknologi, dan akses pasar.
Pemerintah AS telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini, termasuk menerapkan kebijakan perdagangan yang lebih kuat dan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan China.
AS juga telah mendesak sekutu-sekutunya untuk mengecualikan perusahaan-perusahaan China dari jaringan 5G mereka, dengan alasan risiko keamanan nasional yang terkait dengan pencurian kekayaan intelektual.
Meski ada upaya-upaya ini, masalah tersebut tetap ada, dengan perusahaan-perusahaan China terus menghadapi tuduhan mencuri rahasia dagang dari perusahaan-perusahaan AS.
Hal ini telah menyebabkan perdebatan yang lebih luas mengenai perlunya perjanjian internasional yang lebih kuat untuk melindungi kekayaan intelektual dan mengekang spionase industri.
Beberapa ahli berpendapat bahwa kebangkitan ekonomi China yang pesat sebagian didorong oleh pencurian rahasia dagang dari perusahaan-perusahaan Barat, dan bahwa tanpa penegakan hukum hak kekayaan intelektual yang lebih kuat, tren ini kemungkinan akan terus berlanjut.
Pengakuan bersalah Hytera menyoroti risiko signifikan yang dihadapi perusahaan-perusahaan AS dalam melindungi hak kekayaan intelektual mereka di pasar global. Pencurian hak kekayaan intelektual dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi bisnis, mulai dari kerugian finansial hingga kerusakan reputasi.
Bagi perusahaan seperti Motorola, yang sangat bergantung pada teknologi hak milik untuk mempertahankan keunggulan kompetitif mereka, pencurian rahasia dagang dapat merusak kemampuan mereka untuk berinovasi dan bersaing secara efektif di pasar global.
Di luar dampak finansial langsung, pencurian rahasia dagang juga memiliki implikasi yang lebih luas bagi ekonomi global. Hak kekayaan intelektual merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi, dan pencurian rahasia dagang dapat mendistorsi pasar serta menciptakan persaingan yang tidak seimbang.
Hal ini khususnya menjadi masalah dalam industri seperti telekomunikasi, di mana inovasi teknologi merupakan faktor penting dalam mendorong pertumbuhan dan memastikan keamanan.
Kasus Hytera dan Motorola juga menimbulkan pertanyaan tentang kecukupan kerangka kerja internasional saat ini untuk melindungi kekayaan intelektual.
Meski negara-negara seperti AS telah menerapkan undang-undang untuk melindungi rahasia dagang, tidak ada standar universal untuk perlindungan IP, dan mekanisme penegakan hukum sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain.
Kurangnya konsistensi ini telah memungkinkan perusahaan untuk mengeksploitasi celah hukum dan terlibat dalam kegiatan seperti pencurian rahasia dagang dengan impunitas yang relatif.
Menanggapi tantangan ini, beberapa ahli berpendapat bahwa kerja sama internasional sangat penting untuk mengatasi masalah pencurian kekayaan intelektual.
Perjanjian multilateral, seperti Perjanjian tentang Aspek-Aspek Terkait Perdagangan Hak Kekayaan Intelektual (TRIPS), dapat menyediakan kerangka kerja untuk perlindungan dan mekanisme penegakan hukum yang lebih kuat. Selain itu, perusahaan mungkin perlu berinvestasi lebih besar dalam keamanan siber dan tindakan lain untuk melindungi rahasia dagang mereka dari pencurian.
Pengakuan bersalah Hytera di pengadilan federal Chicago menjadi pengingat jelas tentang ancaman yang terus berlanjut yang ditimbulkan pencurian kekayaan intelektual dalam perdagangan global.
Karena perusahaan-perusahaan China terus menghadapi tuduhan mencuri rahasia dagang dari perusahaan-perusahaan AS, jelaslah bahwa perlindungan kekayaan intelektual telah menjadi isu penting bagi bisnis dan pemerintah.
Kasus Hytera dan Motorola menyoroti meningkatnya kekhawatiran atas persaingan tidak sehat, keamanan nasional, dan perlunya perlindungan internasional yang lebih kuat untuk melindungi kekayaan intelektual.
Karena ekonomi global terus berkembang, pertikaian atas rahasia dagang akan tetap menjadi isu utama dalam persaingan yang sedang berlangsung antara AS dan China, dengan implikasi yang luas bagi masa depan perdagangan dan inovasi internasional.
(Rahman Asmardika)