Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Cara Orangutan Sumatera Rawat Lukanya dengan Tanaman Obat Bikin Ilmuwan Penasaran 

Erha Aprili Ramadhoni , Jurnalis-Jum'at, 03 Mei 2024 |18:12 WIB
Cara Orangutan Sumatera Rawat Lukanya dengan Tanaman Obat Bikin Ilmuwan Penasaran 
Cara orangutan rawat dan obati lukanya dengan tanaman obat bikin ilmuwan penasaran. (Reuters)
A
A
A


JAKARTA - Perilaku orangutan dalam menangani lukanya membuat para ilmuwan penasaran. Orangutan itu dengan telaten merawat dan mengobati lukanya sendiri. 

Melansir Reuters, Jumat (3/5/2024), pada Juni 2022, seekor orangutan Sumatera jantan bernama Rakus mengalami luka di wajah di bawah mata kanan. Luka itu tampaknya didapat saat Rakus berkelahi dengan orangutan jantan lainnya di lokasi penelitian Suaq Balimbing, kawasan hutan lindung di Indonesia. Apa yang dilakukan Rakus tiga hari kemudian benar-benar menarik perhatian para ilmuwan.


Para peneliti pada Kamis (2/5/2024) menggambarkan pengamatan bagaimana Rakus mengobati luka menggunakan tanaman yang dikenal karena sifat pereda nyeri dan mendukung penyembuhan luka karena kualitas antibakteri, anti-inflamasi, anti-jamur dan antioksidannya.

Menurut ahli primata dan biologi kognitif Isabelle Laumer dari the Institut Perilaku Hewan Max Planck di Jerman, orangutan mengunyah daun tanaman tersebut untuk menghasilkan cairan yang berulang kali diolesi oleh Rakus pada lukanya. Ia kemudian mengoleskan bahan tanaman yang telah dikunyah tersebut langsung ke luka, seperti plester luka yang diberikan dokter. 


Laumer yang juga penulis utama studi yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports itu menambahkan, rakus memakan tanaman tersebut. Itu adalah tanaman merambat yang biasa disebut akar kuning (Fibraurea tinctoria).  


Tanaman ini jarang dimakan orangutan di kawasan hutan rawa gambut yang menjadi rumah bagi sekitar 150 orangutan sumatera yang terancam punah.

“Sepengetahuan kami, ini adalah kasus pertama yang terdokumentasi mengenai pengobatan luka aktif dengan spesies tumbuhan yang memiliki khasiat medis oleh hewan liar,” kata penulis senior studi Caroline Schuppli, seorang ahli biologi evolusi di institut tersebut.


Rakus yang diyakini lahir pada 1989 adalah laki-laki berflang, dengan bantalan pipi besar di kedua sisi wajah, ciri seksual sekunder laki-laki. Rakus adalah salah satu pejantan dominan di kawasan itu.

Para peneliti mengatakan, perawatan luka yang dilakukan sendiri oleh orangutan tersebut bukanlah suatu kebetulan.

 

"Perilakunya tampaknya disengaja. Dia secara selektif merawat luka wajahnya di flensa kanannya dengan sari tumbuhan dan tidak menggunakan bagian tubuh lainnya," ujar Laumer. 

"Perilaku tersebut diulangi beberapa kali, tidak hanya sari tumbuhan, tetapi kemudian juga bahan tumbuhan yang lebih padat diaplikasikan. sampai lukanya tertutup sepenuhnya. Seluruh prosesnya memakan waktu yang cukup lama,” katanya.


Para peneliti menilai, luka Rakus tidak pernah menunjukkan tanda-tanda infeksi dan menutup dalam waktu lima hari.

“Pengamatan menunjukkan, kapasitas kognitif yang dibutuhkan untuk berperilaku, pengobatan luka secara aktif dengan tanaman, mungkin sama tuanya dengan nenek moyang terakhir orangutan dan manusia,” kata Schuppli. 

“Namun, apa sebenarnya kapasitas kognitif tersebut masih harus diselidiki. Meskipun pengamatan ini menunjukkan bahwa orangutan mampu mengobati luka mereka dengan tanaman. Kita tidak tahu sejauh mana mereka memahami prosesnya,” ujarnya.

Nenek moyang terakhir orangutan dan manusia hidup sekitar 13 juta tahun lalu.
Orangutan adalah salah satu kera besar di dunia - kerabat terdekat manusia - bersama simpanse, bonobo, dan gorila. Orangutan adalah yang paling tidak berkerabat dekat dengan manusia, namun masih memiliki sekitar 97% DNA yang sama dengan manusia.

“Ada kemungkinan bahwa pengobatan luka dengan Fibraurea tinctoria muncul melalui inovasi individu yang tidak disengaja. Seseorang mungkin secara tidak sengaja menyentuh luka mereka saat memakan Fibraurea tinctoria dan dengan demikian secara tidak sengaja mengoleskan sari tanaman tersebut ke luka mereka,” kata Laumer.

“Tetapi mungkin juga,” tambah Laumer. 
“Rakus mempelajari perilaku ini dari orangutan lain di wilayah kelahirannya,” katanya.


 

(Erha Aprili Ramadhoni)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita ototekno lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement