JAKARTA – Persaingan antar perusahaan otobus (PO) terjadi sejak lama. Agar dapat bertahan dalam persaingan, setiap PO bus berkompetisi menghadirkan pelayanan terbaik mereka.
Dari mulai menghadirkan bus kelas ekonomi, kelas eksekutif, hingga double decker, demi menarik perhatian para penumpang. Tak ayal bila sejumlah PO Bus yang menghadirkan tawaran menarik kian digandrungi penumpang dan berjaya pada masanya.
Namun, karena semakin ketatnya persaingan usaha dan reformasi, banyak angkutan bus legendaris yang redup bahkan menghilang.
Terlebih dengan adanya pandemi Covid-19 pada beberapa tahun lalu, yang mengakibatkan aktivitas masyarakat terbatas, dan banyak bus yang tidak beroperasi. Hal itu mengakibatkan sejumlah PO Bus pun bangkrut dan tidak meneruskan usahanya.
Berikut ini adalah deretan PO Bus Legendaris yang pernah berjaya pada masanya, tapi Eksistensinya Mulai Redup.
1. PO Santoso
Santoso merupakan sebuah PO Bus asal Magelang yang didirikan pada tahun 1970-an oleh seorang dokter. Trayek andalan PO tersebut yakni Yogyakarta-Semarang.
PO Santoso dahulu dikenal dengan bus yang sangat tepat waktu. Tapi, pada tahun 2000-an, kejayaan bus tersebut mulai redup, lantaran banyak PO yang membuka trayek sama. Akhirnya PO Santoso pun kalah bersaing
2. PO Coyo
Perusahaan Otobus (PO) Coyo yang berasal dari Semarang, merupakan salah satu PO Tertua di Jawa Tengah. PO Coyo sempat berjaya hingga tiga dekade, dengan rute Cirebon-Tegal-Semarang. PO Bus tersebut juga dikenal sangat tepat waktu.
Awalnya, Coyo merupakan pemain tunggal rute tersebut, dan tidak memiliki saingan. Namun, entah mengapa PO Coyo menghilang.
3. PO Merdeka
Untuk masyarakat ynag tinggal di Ciamis, tentu sudah tidak asing lagi dengan PO Merdeka. PO tersebut sempat menjadi PO dengan trayek terpanjang di Jawa Barat, Ciamis ke Sumatera, tepatnya ke Pekanbaru dan Padang.
Dari tahun 1970-an, PO Merdeka terus melebarkan sayapnya hingga membuat grup perusahaan. Tapi, di era 2000-an PO merdeka terguncang dan mulai redup.
4. PO Goodwill
Untuk kamu yang sering bepergian dari Bandung menuju Purwokerto, bus Goodwill tentunya sudah tidak asing lagi. Bus yang memiliki livery warna merah tersebut, berdiri pada tahun 70-an.
PO Bus tersebut didirikan oleh pria keturunan Jerman. Namun, karena sopir yang mengangkut penumpang sebanyak-banyaknya itu, lantas menjadi bumerang bagi layanan perusahaan, hingga membuat perusahaan tersebut kehilangan banyak pelanggan.
5. Kopaja
PO Bus Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja) menguasai 50 persen angkutan di Jakarta pada zamannya. Jumlah trayek serta armada kopaja pun cukup banyak. Karena terkenal dengan tarifnya yang murah, bus tersebut banyak diminati masyarakat.
Namun, karena adanya kebijakan pemerintah Pemprov DKI Jakarta yang berupaya menghadirkan angkutan lebih nyaman dan terintegrasi, pada 24 Juni 2015 lalu Kopaja bergabung dengan PT Transjakarta, dan menjadi operator penyelenggaraan bus Transjakarta.
Semenjak bergabung dengan PT Transjakarta, Kopaja pun tak lagi memakai sistem setoran, tapi sistem rupiah per kilometer.
(Citra Dara Vresti Trisna)