JAKARTA – Sampai hari ini masih banyak ditemukan kecelakaan karena truk yang overtonase atau kelebihan muatan. Meski sudah banyak ditindak, namun praktik Over Dimension Over Load (ODOL) masih belum menimbulkan efek jera.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, untuk menghentikan praktik ODOL diperlukan instruksi presiden.
Pria yang juga seorang akademisi pada Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata menyarankan agar angkutan yang melakukan praktik ODOL ditangani dengan program yang komprehensif dan konsisten penerapannya.
“Diperlukan Instruksi Presiden untuk menuntaskannya, tidak cukup hanya diselesaikan di Kementerian Perhubungan, terlebih hanya dilakukan oleh Ditjenhubdat. Pembenahan harus mulai dari hulu hingga hilir,” kata Djoko dalam keterangan resmi.
Selain menimbulkan kecelakaan, truk ODOL juga menyumbang kerusakan infrastruktur jalan. Praktik ini juga dianggap mengurangi daya saing internasional karena mobil ODOL tidak diizinkan masuk ke batas negara.
Sedangkan dampaknya pada kendaraan adalah lebih cepat rusak atau memperpendek umur kendaraan. Karena terlalu sering mengangkut muatan yang berlebihan.
“Sekarang, setiap hari pasti ada kecelakaan truk yang diakibatkan melanggar dimensi dan muatan. Di jalan tol, truk ODOL kerap ditabrak kendaraan dari belakang, sedangkan di jalan non-tol, truk ODOL menabrak kendaraan di muka atau aktivitas di sepanjang jalan,” ujar Djoko.
Berdasarkan data dari Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri tahun 2022, kendaraan ODOL menjadi penyebab 349 kecelakaan dalam lima tahun terakhir. Rinciannya, 107 kasus pada 2017, 82 kasus pada 2018, 90 kasus pada 2019, 20 kasus pada 2020, dan 50 kasus pada 2021.
Djoko menilai, truk ODOL masih banyak beredar karena pengusaha angkutan dan pemilik barang yang menggunakan jasa perusahaan truk kurang memiliki sensitivitas.
“Kehadiran truk angkutan yang melanggar dimensi dan muatan dinikmati oleh pengusaha, khususnya pemilik barang walaupun melanggar aturan. Upaya untuk mengajak Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) selalu tidak ditanggapi dengan serius dengan berbagai alasan,” ucap Djoko.
Untuk meningkatkan taraf hidup sopir truk, Djoko juga meminta Kementerian Ketenagakerjaan mengatur upah minimum untuk pengemudi kendaraan besar. Ini agar sopir truk memiliki kehidupan yang lebih layak.
(Citra Dara Vresti Trisna)