JAKARTA - Sejumlah peneliti dari Stanford University bikin sepatu robotik exoskeleton yang dapat memudahkan mobilitas. Pengguna sepatu ini, akan merasa bobot tubuhnya lebih ringan 13 kilogram dan mampu berjalan 9 persen lebih cepat.
Dikutip dari Popsci, Jumat (14/10/2022) perangkat ini pertama kali diperkenalkan pada 12 Oktober kemarin, dalam sebuah makalah yang diterbitkan di Nature.
Dalam peluncurannya, terobosan dari Laboratorium Biomekatronik Stanford ini dapat meringankan masalah mobilitas baik di komunitas lansia dan penyandang disabilitas.
“Exoskeleton ini mempersonalisasi bantuan untuk orang berjalan secara normal di dunia nyata,” kata Steve Collins, profesor teknik mesin sekaligus Biomechatronics Lab.
Mereka yang mengenakan sepatu exoskeleton mampu berjalan 9 persen lebih cepat dan secara bersamaan menghabiskan 17 persen lebih sedikit energi per jarak yang ditempuh.
Menurut Collins, perkembangan yang mereka hadirkan merupakan peningkatan terbesar dalam kecepatan dan energi ekonomi berjalan dari setiap exoskeleton sampai saat ini.
Sepatu ini juga dikabarkan mampu membuat pengguna merasa bobot tubuhnya lebih ringan 13 kilogram. Ini memungkinkan untuk pengguna berjalan lebih cepat dan hanya menghabiskan sedikit energi.
"Kami mulai melakukan penelitian untuk mengeksplorasi manfaat menggunakan perangkat kami dengan orang dewasa yang lebih tua,” ujar kolaborator proyek Standford Biomechatronics Lab, Patrick Slade.
“Secara umum, orang yang lebih tua mengalami kelemahan otot, berjalan lebih lambat, dan membutuhkan lebih banyak usaha untuk berjalan dengan kecepatan yang sama dengan orang yang lebih muda. Jadi kami senang sepatu ini membantu membalikkan tren ini," tambah Slade.
Sepatu robotik exoskeleton dikenakan di setiap pergelangan kaki dan baterai yang terdapat di sekitar pinggang.
Sepatu robotik ini memiliki sensor untuk memantau gerakan, motor penggerak untuk menghasilkan ‘torsi bantu’, serat karbon dan bingkai aluminium, dan sepatu serta tali baja untuk mentransfer kekuatan ke tubuh.
Para insinyur menggunakan model pembelajaran mesin untuk mengembangkan sepatu robotik exoskeleton yang tidak ditambatkan sehingga dapat dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan pemakainya.
Model dapat menilai bagaimana perangkat exoskeleton mempengaruhi berjalan berdasarkan informasi (seperti sudut pergelangan kaki dan kecepatan). Ini dikumpulkan oleh sensor untuk menyetel perangkat sehingga paling sesuai dengan karakteristik berjalan dari pengguna.
Dalam waktu dekat, para peneliti berencana untuk mengembangkan variasi perangkat yang dapat digunakan untuk membantu meningkatkan keseimbangan dan mengurangi nyeri sendi.
Mereka bertujuan untuk bekerja dengan mitra komersial untuk mengubah sepatu robotik exoskeleton mereka menjadi produk yang dapat dijual secara umum.
“Saya yakin bahwa dalam satu dekade berikutnya kita akan melihat ide-ide bantuan personalisasi dan exoskeleton portabel lainnya. Ini akan membantu banyak orang mengatasi tantangan mobilitas atau mempertahankan kemampuan mereka untuk hidup aktif, mandiri, dan bermakna,” ucap Slade.
(Ahmad Muhajir)