MOBIL listrik mulai digunakan di banyak negara sebagai solusi untuk mengurangi emisi, namun Indonesia masih dalam tahap riset dan pengembangan. Di saat bersamaan Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian serta pihak terkait lainnya, menyiapkan regulasi.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir mengatakan, Indonesia akan memiliki mobil listrik yang diproduksi secara lokal. Ia optimis rencana tersebut akan terwujud pada 2019, namun diharapkan bisa dipercepat menjadi 2017.
Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementrian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan, usai mengunjungi fasilitas Nissan Motor Corporation di Yokohama, Jepang, pada Mei 2016, mengatakan, infrastruktur dan baterai merupakan sarana yang mutlak harus disiapkan sebelum kendaraan listrik dipasarkan.
Selain itu, pemerintah baru bisa menyiapkan standar nasional Indonesia (SNI) sampai unitnya hadir. Menurut dia, SNI merupakan konsensus antara produsen, pemerintah, perguruan tinggi, dan publik. Putu menambahkan, untuk merealisasikan regulasi, pihaknya akan bekerja sama dengan Kemenristekdikti. Selain itu, akan ditentukan komponen apa saja yang akan masuk standardisasi nasional kendaraan listrik.
Untuk mencapai penggunaan kendaraan listrik tidak bisa semudah membalikkan telapak tangan. Tak hanya dari sisi kesiapan pemerintah dan produsen kendaraan, namun juga konsumen. Proses edukasi kepada konsumen merupakan hal penting karena kendaraan listrik jelas berbeda dengan kendaraan bermesin konvensional.
Sebelum sampai ke kendaraan murni listrik, semisal mobil, masyarakat sebaiknya terlebih dahulu diperkenalkan dengan mobil berteknologi hybrid (mengombinasikan mesin konvensional dengan motor listrik). Sayangnya, saat ini penggunaan mobil berteknologi hybrid masih sangat minim. Penyebabnya, harga mobil hybrid cukup mahal karena tingginya bea masuk. Pemerintah belum memberikan insentif untuk pembelian mobil hybrid.
"Untuk meningkatkan penjualan mobil hybrid maka dibutuhkan insentif dari pemerintah. Jika tidak maka akan sulit berjalan. D i negara mana pun begitu," ungkap Jonfis Fandy, marketing and aftersales service director PT Honda Prospect Motor (HPM). HPM sendiri merupakan salahs atu pemain mobil hybrid melalui produk CR-Z.
Meski demikian, harapan untuk terus mengembangkan mobil listrik di Indonesia masih terus diupayakan. Kalangan perguruan tinggi berkali-kali menunjukkan hasil karya mereka, bahkan sudah berhasil mengukir prestasi di kancah global.
Mobil listrik Sapu Angin buatan mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil menjuarai kompetisi tingkat Asia Shell Eco Marathon (SEM) pada 2014. Selain itu, mobil listrik karya Universitas Negeri Sematang (Unnes) lolos mengikuti kompetisi Energy Challange di Churasun Beach, Tomigusu, Okinawa, Jepang.
Teranyar, mahasiswa Universitas Jember memenangkan kompetisi mobil listrik Indonesia ke-8 dan akan bersaing di ajang Shell Eco Marathon yang akan berlangsung di Singapura pada 16-19 Maret 2017.
Institut Teknologi Bandung (ITB) juga ikut mengembangkan mobil listrik yang diberi nama Si Jalak. Mobil ini dibuat dalam empat jenis, yakni untuk angkut barang, kabin ganda, mobil berpenumpang enam orang, serta jip.
Berbeda dengan mobil listrik yang harus melalui jalan panjang, skuter listrik GESITS yang dikembangkan oleh ITS bekerja sama dengan Garansindo selangkah lagi masuk jalur produksi dan dipasarkan paling cepat pada akhir 2017. Skuter listrik itu sudah diuji coba Jakarta-Bali menempuh jarak lebih dari 1.000 kilometer.
Jika terealisasi, maka GESITS akan menjadi skuter listrik buatan lokal pertama yang dipasarkan di Indonesia. Skuter yang pengembangannya mendapat bantuan dana dari Kemenristekdikti ini akan dipasarkan dengan harga antara Rp15 juta-Rp20 juta.
Selain itu, produsen sepeda motor Viar juga mengembangkan sepeda motor listrik Viar Pulse dan Q1 hasil kerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM). Marketing Communication Viar Motor Indonesia Frengky Osmond mengatakan, kedua skuter listrik tersebut memiliki perbedaan. Viar Pulse memiliki tampilan futuristis dan sporty sedangkan Q1 berpenampilan fancy namun modern.
“Perbedaan terletak pada penggunaan jenis baterai yang tertanam di kedua unit ini. Untuk Viar Pulse menggunakan baterai jenis VRLA (valve regulated lead acid) dan Viar Q1 menggunakan baterai jenis lithium-ion yang secara bobot lebih ringan. Pada pengetesan yang dilakukan oleh tim internal Viar, keduanya memiliki maximum speed yang sama," jelas Frengky.
Kedua skutik listrik ini menggunakan mesin Bosch. Viar Pulse memiliki tenaga maksimal 1.200 watt dan Q1 800 watt. Walaupun memiliki tenaga berbeda, pengujian internal memperlihatkan keduanya mampu mencapai kecepatan maksimum 60 kilometer per jam.
(Anton Suhartono)