JAKARTA – Malam ini, blue moon atau bulan biru akan menghiasi langit malam penduduk Bumi. Namun, tak seperti terminologinya yang berhubungan dengan warna biru, blue moon terlihat sama saja dengan bulan purnama lainnya. Lalu mengapa disebut ‘bulan biru’?
Menurut Sky and Telescope, Sabtu (21/5/2016), cerita rakyatlah yang memulai penyebutan bulan biru ketika bulan purnama kedua terjadi dalam satu bulan di kalender Masehi. Terminologi tersebut telah ada selama 400 tahun tetapi baru sepenuhnya dimengerti sekira 25 tahun belakangan.
Kenyataannya, penggunaan sangat awal dari istilah ini absurd seperti mengatakan bulan terbuat dari keju hijau. Absurditas keduanya jelas, tidak mungkin ada keraguan. Ungkapan ‘dia berpendapat bulan biru’ digunakan oleh rata-rata orang di abad ke-16 sama halnya ketika orang modern menggunakan kata ‘hitam adalah putih’.
Konsep bahwa bulan biru tidak masuk akal (arti sesungguhnya) sehingga akhirnya menyebabkan arti kedua, yaitu "tidak akan pernah." Pada abad ke-18, lahirlah idiom ‘once in a blue moon’ yang menyatakan bahwa hal yang dikatakan tidak akan pernah terjadi karena bulan tidak akan pernah berwarna biru.
Namun, sejarah berkata lain saat Gunung Krakatau meletus pada 1883. Debu vulkanis telah membuat bulan tenggelam berwarnya hijau dan purnama menjadi biru di seluruh dunia selama dua tahun. Pada 1927, musim hujan India yang terlambat tiba dan musim kemarau ekstra panjang meledakkan cukup debu untuk bulan biru. Bulan di timur laut Amerika Utara membiru pada 1951 ketika kebakaran hutan besar di bagian barat Kanada melemparkan partikel asap ke langit.
Sejarah tersebut menggeser sedikit makna blue moon karena fenomena tersebut benar-benar terjadi meski sangat amat jarang pada pertengahan abad ke-19. Arti bulan biru berubah menjadi momen yang ‘bisa terjadi meski sangat jarang’ dan digunakan hingga saat ini.
Momen yang dimaksud adalah bulan purnama keempat dalam satu musim. Satu musim umumnya berlangsung selama tiga bulan di negara-negara dengan empat musim sehingga ini adalah momen yang masih langka. Namun, makna ini akhirnya kembali sedikit bergeser dalam penggunaannya saat ini.
Pada 1988, bulan purnama kedua pada Mei dikabarkan stasiun radio dan koran-koran Amerika Utara sebagai bulan biru. Pemberitaan itu mengundang perhatian media internasional. Sejak saat itu banyak restoran dan pagelaran seni yang ikut mempopulerkan istilah blue moon.
Istilah blue moon akhirnya digunakan untuk menyebut bulan kedua di dalam satu bulan kalender masehi dalam ilmu astronomi. Fenomena ini umumnya terjadi 1-3 tahun sekali. Setelah nanti malam, Anda baru akan bisa menyaksikan blue moon pada 31 Januari 2018.
(Kemas Irawan Nurrachman)