JAKARTA - Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa menaikkan tarif impor terhadap mobil listrik dari China. Namun, ini berbeda dengan Australia.
Australia tidak menerapkan pembatasan tersebut. Hal ini membuat brand China meluncurkan banyak mobil listrik baru.
Meskipun pasar kendaraan listrik Australia sejauh ini didominasi Tesla, persaingan sudah mulai meningkat.
Melansir Carscoops, Rabu (3/7/2024), MG, yang dimiliki SAIC, sukses dengan ZS EV dan berencana meluncurkan PHEV MG3 dan EV Cyberster pada 2024.
BYD juga telah meluncurkan Atto 3, Dolphin, dan Seal. Bahkan, BYD berhasil mengungguli penjualan Tesla pada Januari. Sementara XPeng, Geely, Changan, dan Leapmotor semuanya berencana memasuki pasar Australia.
Dominasi China di pasar kendaraan listrik didukung oleh penguasaannya terhadap bahan-bahan baterai dan kemampuannya memproduksi kendaraan listrik dengan harga terjangkau.
Pemerintah China secara aktif mendukung sektor kendaraan listrik, sehingga membuat harga mobil listrik turun secara signifikan. Ini membuat mobil listrik China menarik konsumen di pasaran.
Juru Bicara Kamar Industri Otomatis Federal Australia (FCAI) mengatakan persaingan di pasar mobil harus didukung.
“Meningkatnya persaingan telah memastikan masyarakat Australia memiliki akses terhadap beragam jenis kendaraan yang memenuhi beragam gaya hidup, kebutuhan, dan harga mereka," katanya kepada News.com.
Ia mengatakan, ketersediaan kendaraan produksi China telah meningkatkan pilihan konsumen, memungkinkan masyarakat Australia membeli mobil yang paling sesuai dengan kebutuhan pekerjaan, rekreasi, dan keluarga mereka.
Permintaan kendaraan listrik di Australia masih terus meningkat, dengan 98.000 unit terjual pada 2023, yang mencakup lebih dari setengah total populasi kendaraan listrik di Australia. Strategi Kendaraan Listrik Nasional (National Electric Vehicle Strategy) yang dicanangkan pemerintah juga membantu dengan memberi insentif pada penggunaan kendaraan listrik. Sementara Badan Energi Terbarukan Australia (Australian Renewable Energy Agency) telah berkomitmen mengucurkan dana $500 juta untuk memperluas infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik.
Namun, Direktur Penelitian di Institute for Sustainable Futures di University of Technology Sydney, Scott Dwyer, memperingatkan keadaan saat ini mungkin akan berubah.
“Masih ada risiko bahwa pasar kendaraan listrik di sini tidak bergerak dan melambat, seperti yang kita lihat di pasar negara maju,” katanya.
“Tantangannya adalah memastikan peluncuran infrastruktur pengisian daya di Australia benar-benar berjalan atau lebih cepat dibandingkan penjualan kendaraan listrik,” katanya.
(Erha Aprili Ramadhoni)