Kerangka Terawetkan Bantu Rekonstruksi Wajah Wanita Neanderthal yang Hidup 75.000 Tahun Lalu

Redaksi, Jurnalis
Kamis 02 Mei 2024 13:28 WIB
Rekonstruksi wajah Shanidar Z. (Foto; Netflix)
Share :

JAKARTA - Sebuah kerangka manusia Neanderthal terlengkap dan terawetkan dengan baik telah digunakan untuk merekonstruksi wajah pemiliknya, seorang wanita Neanderthal yang hidup sekira 75.000 tahun lalu.  

Kerangka itu ditemukan di Gua Shanidar yang ikonik, dimana manusia Neanderthal berulang kali menguburkan jenazah spesies mereka. Rekonstruksi wajah kerangka wanita Neanderthal itu ditampilkan dalam film dokumenter netflix baru berjudul “Rahasia Neanderthal”. 

Ditemukan pertama kali pada 1950-an di Kurdistan Irak, Gua Shanidar telah menghasilkan beberapa temuan Neanderthal yang luar biasa dalam seluruh catatan arkeologi, termasuk sisa-sisa setidaknya 10 individu berbeda.  

Yang menarik adalah bahwa praktik penguburan yang terbukti dalam gua tersebut telah memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman kita terkait kognisi Neandertal dan mengubah persepsi populer tentang spesies purba ini dari mahluk primitf yang kasar menjadi pemikir yang kompleks. 

Misalnya, setidaknya ada lima individu yang tampaknya dikuburkan dalam satu kelompok di belakang sebuah batu besar, yang menunjukkan bahwa tempat tersebut memiliki makna khusus, dan oleh karena itu dipilih sebagai tempat pemakaman beberapa generasi berturut-turut. Pada 1960-an, gumpalan serbuk sari ditemukan di sekitar salah satu kerangka ini, sehingga memunculkan gagasan bahwa Neanderthal mungkin telah memberikan bunga sebagai penghormatan kepada orang yang meninggal. 

“Kita dapat melihat bahwa Neanderthal kembali ke satu tempat tertentu untuk menguburkan jenazah mereka” kata Dr Emma Pomeroy dari Universitas Cambridge dalam sebuah pernyataan yang dilansir IFL Science.  

“Hal ini bisa terjadi dalam rentang waktu puluhan tahun atau bahkan ribuan tahun. Apakah ini hanya kebetulan, atau memang disengaja, dan jika ya, apa yang membuat mereka kembali?” 

 

Wanita Neanderthal yang ditemukan diberi labeb Shanidar Z dan terletak di dalam kelompok yang terkubur di belakang monolit, tengkoraknya hancur di bawah batu. Analisis terhadap gigi yang tersisa menunjukan bahwa dia meninggal pada usia pertengahan 40-an dan oleh karena itu mungkin dihormati karena usianya sudah lanjut.  

Setelah menggali jenazahnya, para peneliti dengan susah payah mengeluarkan, memindahkan, dan memasang kembali tengkorak yang telah diratakan tersebut untuk membuat model wajah wanita purba tersebut.  

Menurut Pomeroy, pekerjaan yang sangat rumit ini memerlukan perawatan yang sangat hati-hati karena tulangnya memiliki “konsistensinya mirip dengan biskiut yang dicelupkan ke dalam teh”, yang membuatnya sulit untuk dipegang tanpa merusaknya.  

“Tengkorak Neanderthal dan manusia terlihat sangat berbeda,” katanya.  

“Tengkorak Neanderthal memiliki tonjolan alis yang besar dan tidak memiliki dagu, dengan bagian tengah wajah yang menonjol sehingga menghasilkan hidung yang lebih menonjol. Namun wajah yang diciptakan kembali menunjukkan bahwa perbedaan tersebut tidak terlalu mencolok dalam kehidupan.”  

“Mungkin lebih mudah untuk melihat bagaimana perkawinan silang terjadi di antara spesies kita, karena hampir semua orang yang hidup saat ini masih memiliki DNA Neanderthal,” tambahnya. Memang benar, penelitian terbaru telah membantu mengungkap banyak kesamaan antara Homo sapiens dan Neanderthal, menyoroti bagaimana Neanderthal menguasai api, memasak makanan , dan menciptakan seni.

 

 

Kembali ke gua Shanidar, gagasan tentang "penguburan bunga" Neanderthal baru-baru ini ditentang oleh bukti yang menunjukkan bahwa serbuk sari sebenarnya dibawa ke dalam gua oleh lebah yang bersarang . Meskipun demikian, sisa-sisa yang ditemukan di situs tersebut menggambarkan hominid kuno sebagai makhluk yang berempati dan berevolusi secara emosional, dengan salah satu individu cacat menunjukkan tanda-tanda telah menerima perawatan berkelanjutan sepanjang hidupnya. 

“Neanderthal mendapat pemberitaan buruk sejak pertama kali ditemukan lebih dari 150 tahun lalu,” kata Profesor Graeme Barker, pemimpin penggalian.  

“Penemuan kami menunjukkan bahwa Neanderthal Shanidar mungkin berpikir tentang kematian dan dampaknya dengan cara yang tidak jauh berbeda dengan sepupu evolusi terdekat mereka – diri kita sendiri.” 

(Ivan Christian Deva) 

(Rahman Asmardika)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Ototekno lainnya